Terdakwa Mutilasi Pria Asal Surabaya, Divonis Hukuman Mati, Kuasa Hukum Siapkan Pembelaan

banner 120x600

Malang (CNC MEDIA) – Abdul Rahman atau AR (39), terdakwa kasus mutilasi terhadap pria Surabaya bernama Adrian Prawono atau AP, beberapa waktu lalu di Sawojajar Kota Malang, divonis hukuman mati.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Fahmi Abdillah dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, menyatakan bahwa tuntutan hukuman mati itu lantaran terdakwa telah melanggar dua pasal.

“Tim JPU berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pasal 340 KUHP dan pasal 181 KUHP,” kata Fahmi, Senin (26/8/2024).

Dia menyebut terdakwa terlebih dahulu membunuh korban, sebelum melakukan aksi mutilasi tersebut. Kejadian pembunuhan disertai mutilasi itu terjadi pada Oktober 2023 dan potongan tubuh korban ditemukan Januari 2024.

“Iya dibunuh dulu, baru ada jangka waktu berpikir dari terdakwa selama beberapa jam dan baru dimutilasi untuk menghilangkan kematiannya,” ucap dia.

Terdapat empat hal yang menyebabkan JPU menuntut terdakwa Abdul Rahman dengan hukum mati, yakni pertama karena perbuatannya memiliki unsur sadis.

“Karena terkait dengan hal ini korban dibunuh dulu, baru terdakwa ada jangka waktu berpikir selama beberapa jam dan baru dimutilasi untuk menghilangkan kematian,” kata dia.

Kedua, terdakwa dengan sengaja menghilangkan jenazah yang dalam hal ini adalah potongan tubuh korban sehingga tidak utuh.

“Kemudian kami beranggapan bahwa terdakwa telah berbohong di persidangan,” ujarnya.

Fahmi menjelaskan bahwa dari keterangan terdakwa saat persidangan menyatakan dia melakukan aksi pembacokan sebanyak dua kali di bagian leher korban.

Tetapi berdasarkan hasil visum terungkap jika terdakwa melakukan aksi pembacokan lebih dari dua kali.

“Terdapat 17 patahan tulang komplit dan inkomplit di kepala, jadi ini sama rahang itu ada dua, sama lehernya ada lagi. Sebanyak 17 luka itu bukan dalam rangka memisahkan tubuh korban, berdasarkan keterangan ahli forensik,” lanjutnya.

Dia menambahkan satu perbuatan lagi yang memberatkan adalah terdakwa pada 2015 pernah terjerat kasus pencurian dengan pemberatan.

“Jadi terdakwa sudah pernah dihukum, jadi sudah selayaknya mendapat hukuman yang lebih berat daripada sebelumnya,” kata dia.

Sementara, penasehat hukum terdakwa Abdul Rahman, Guntur Putra Abdi Wijaya menyatakan akan menyusun nota pembelaan atau pledoi terhadap tuntutan JPU.

“Kami tetap melakukan pledoi terkait apa yang dituntutkan oleh jaksa, bahwasanya kami sudah mengikuti mulai saat ditangkap oleh kepolisian sampai rekonstruksi,” kata Guntur.

Dia menyatakan pihaknya berupaya agar terdakwa bisa terlepas dari hukuman mati sebagai tuntutan JPU. (Red-CNC)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *