Serang, CNC MEDIA.- Peredaran jenis obat-obatan golongan-G merk Eximer dan Tramadol kembali marak di kota Serang-Banten dengan modus berkedok toko kosmetik.
Praktek jual beli jenis golongan-G dengan merk Eximer dan Tramadol jelas menyalahi koridor perizinan edar dagang dan dalam penjualannya sudah jelas berkedok toko kosmetik bukan apotek resmi dengan perizinan yang di keluarkan oleh pihak pemerintah, kalau ini sampai dibiarkan bisa merusak generasi muda bangsa, bahkan bisa menimbulkan efek tindakan kriminalisasi serta ketergantungan obat-obatan.
Kurang nya pengawasan peredaran obat-obatan daftar Golongan-G akan menjadi masalah baru dalam penanganan permasalahan narkoba di indonesia, bahkan menjadi sebuah hal yang bisa jika tidak tepat penanganan nya.
Pasal nya, obat-obatan daftar golongan-G yang memiliki efek serupa bahkan bisa lebih dahsyat dari narkoba ini berpotensi menjadi narkotika jenis baru (new psychoactive subtances) yang di manfaatkan sindikat untuk berlindung dari jeratan hukum narkotika, dengan harga yang murah mampu merasakan efek yang sama dengan jenis narkotika.
Setelah awak media mendatangi toko tersebut untuk konfirmasi mengenai adanya dugaan penjualan obat-obatan merk eximer dan tramadol memaparkan” Ya benar saya menjual obat-obatan jenis eximer dan tramadol, dan ini juga toko baru buka 2 hari” dan setau saya bos saya juga sudah koordinasi ke pihak aparat, kalau memang ada permasalahan ada orang yang bertanggung jawab” ujar M ke awak media, Kamis (27/01/2022).
Penjualan obat-obatan merk eximer dan tramadol yang beralamt di kampung Parung, kelurahan Panancangan, Kecamatan Cipocok, kota Serang, provinsi Banten.
Eximer dan tramadol adalah jenis obat keras Golongan-G yang penggunaan nya harus dalam pengawasan dan resep dokter, karna apa bila salah dalam penggunaan akan menyebabkan efek samping pada kesehatan.
Bagi para pelaku usaha yang memperjual belikan kedua jenis golongan-G tersebut tanpa ijin dapat di jerat dengan pasal 196 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman pidana 10 tahun penjara, dan pasal 197 UU kesehatan nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (Red-CNC)