Berikut kisah cinta pahlawan revolusi, Kapten Pierre Tendean dan kekasihnya bernama Rukmini Chaimin yang harus berakhir karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang akrab disebut G30S.
Pada tahun 1963, Pierre dikenalkan oleh dua orang temannya kepada Rukmini.
Rukmini adalah wanita asal Medan, Sumatera Selatan yang memiliki darah Jawa, yakni Yogyakarta dan dari keluarga penganut agama Islam yang taat.
Di mana, keluarga besarnya termasuk dalam Barisan Muhammadiyah Kota Medan dan Yogyakarta.
Tak hanya itu, Rukmini juga dikenal sebagai gadis yang salehah dan rajin beribadah.
Diketahui, Pierre Tendean dan Rukmini pertama kali bertemu saat Pierre ditugaskan sebagai Komandan Pleton Batalion Zeni Tempur 2, Kodam I Bukit Barisan di Sumatera Utara dan berpangkat Letnan Dua.
Ketika pertama kali bertemu, Rukmini berhasil mencuri hati Pierre Tendean. Padahal, mereka terpaut usia yang cukup jauh.
Rukmini saat itu diketahui masih duduk di bangku SMA dan usianya delapan tahun lebih muda dari Pierre.
Disebutkan, awalnya Pierre, tak mau dengan perjodohan dari temannya tersebut.
Namun, karena Pierre merasa lelah dengan tawaran dari teman-temannya itu, akhirnya Pierre mau menerima ajakan temannya tersebut untuk berkunjung ke rumah Rukmini.
Pada pertemuan pertama, ternyata Pierre langsung jatuh hati pada karakter Rukmini.
Ketertarikan Pierre Tendean terhadap Rukmini tumbuh semakin besar menjadi cinta.
Sosok Rukmini yang sederhana menjadi daya tarik tersendiri di mata Pierre.
Sosok Rukmini
Dalam kesehariannya, disebutkan bahwa Rukmini bukan perempuan yang senang berfoya-foya.
Walau sebenarnya, ia berawal dari keluarga yang terbilang cukup terpandang saat itu.
Selain itu, Rukmini juga dikatakan lihai memasak dan tentunya, Pierre juga pernah mencicipi makanan buatannya itu.
Tak hanya sifat, hobi Rukmini pun diketahui sama dengan Pierre, keduanya sama-sama menyukai olahraga.
Rukmini pun dikenal sebagai sosok perempuan yang kuat memegang prinsip.
Pribadi Rukmini yang unik dan luwes dalam bergaul ini meninggalkan kesan berbeda di mata Pierre.
Tak Pierre yang jatuh cinta, tetapi, Rukmini pun turut jatuh hati dengan Pierre.
Bukan karena ketampanannya saja, tetapi juga karena jiwa humoris dan kecerdasan yang dimiliki oleh Pierre.
Karena merasa saling cocok, akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan.
Sempat LDR dan Tak Direstui Orang Tua
Meskipun demikian, hubungan Pierre dan Rukmini tidaklah mulus.
Keduanya sempat menjalani Long Distance Relationship (LDR) karena Pierre harus melanjutkan sekolah di Sekolah Intelijen TNI AD di Bogor, Jawa Barat dan penugasan-penugasan kenegaraan lainnya.
Kendati demikian, hati Pierre Tendean tetap tertambat pada Rukmini.
Pierre juga beberapa kali sempat kepergok oleh anak sulung AH Nasution yang sering tersenyum ketika membaca surat dari Rukmini.
Selain itu, keduanya juga sempat terhalang oleh restu orang tua masing-masing karena perbedaan agama.
Namun, keduanya masih terus berkomunikasi dan berusaha menjalin hubungan sebaik mungkin lewat surat cinta karena menjalin hubungan jarak jauh.
Putuskan Menikah
Setelah dua tahun mengenal, tepatnya pada 1965, Pierre dan Rukmini memutuskan merencanakan pernikahan.
Pierre pun menulis surat ke keluarganya untuk meminta doa restu menikahi Rukmini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pada 31 Juli 1965, Pierre ditugaskan mendampingi Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution untuk bertugas ke Medan.
Sebagai informasi, Pierre resmi menjadi ajudan dari Jendral AH Nasution sejak 15 April 1965 dan pangkatnya naik menjadi Letnan 1.
Saat bertugas mendampingi Jenderal AH Nasution itu pula, Pierre menyempatkan diri menemui keluarga Rukmini untuk melamar.
Lalu disepakatilah rencana pernikahan akan digelar pada November 1965.
Namun, pada tanggal 31 Juli 1965 menjadi pertemuan terakhir Pierre dengan Rukmini.
Lantaran, Pierre meninggal dunia pada 1 Oktober 1965 silam karena peristiwa G30S.
Kronologi Meninggalnya Pierre Tendean
Pierre yang kala itu menjadi ajudan Jenderal AH Nasution dikisahkan adalah orang pertama yang menghadapi pasukan Cakrabirawa.
Malam hari, tanggal 30 September 1965, pasukan Cakrabirawa mengepung rumah Jenderal AH Nasution yang berlokasi di jalan Teuku Umar No.40, Menteng, Jakarta Pusat untuk menangkapnya.
Tapi pasukan Cakrabirawa tersebut dikatakan tidak tahu wajah sebenarnya Jenderal AH Nasution.
Kemudian, Pierre yang saat itu hendak beristirahat di ruang tamu terpaksa mengaku sebagai Jenderal AH Nasution, demi melindungi jenderalnya itu dan keluarganya.
“Saya Jenderal AH Nasution,” ujar mendiang Pierre Tendean kala itu yang hingga kini menjadi kata-kata patriotisnya yang dikenang.
Namun, nahas, saat itu juga Pierre Tendean diculik dan nasibnya berakhir mengenaskan hari itu juga dan dibunuh secara kejam.
Jenazahnya dimasukkan secara paksa ke lubang kecil di kawasan Jakarta Timur atau yang kita kenal dengan nama Lubang Buaya dan ditemukan tiga hari kemudian
Kematian Pierre tersebut meninggalkan luka mendalam bagi keluarganya dan kekasihnya, Rukmini.
Untuk diketahui, dihimpun dari berbagai sumber, tak hanya Pierre, kejadian mengenaskan itu juga menimpa 6 jenderal angkatan darat
Mereka yaitu Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Atas pengabdiannya pada negara, Pierre juga dianugerahi kenaikan pangkat satu tingkat secara anumerta menjadi Kapten.
Dan atas jasa-jasa dan keberaniannya, membuat Pierre turut dikenang sebagai pahlawan revolusi bersama sembilan perwira TNI lainnya.
Menurut kisah, Rukmini sempat mengalami goncangan hebat saat mengetahui calon suaminya mati dibunuh.
Disebutkan, butuh waktu lima tahun lamanya bagi Rukmini untuk bisa bangkit dan menikah lagi bersama pria lain.
Karier Pierre Tendean
Semenjak kanak-kanak Pierre ini memang sudah tertarik dengan dunia kemiliteran.
Akhirnya saat dia dewasa, ia inngin mewujudkan keinginannya untuk terjun ke militer.
Pierre sekolah dasar di Magelang, kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di Semarang ketika sang ayah, AL Tendean bertugas di sana.
Setelah lulus SMA, Pierre kemudian mendaftar di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), yang berada di Bandung, pada 1958.
Setelah menyelesaikan pendidikannya itu, Pierre mengawali kariernya sebagai Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan, Medan.
Lalu, satu tahun kemudian, Pierre melanjutkan pendidikan di Sekolah Intelijen Negara (BIN) di Bogor.
Setelah lulus dari BIN, Pierre ditugaskan menjadi mata-mata di Malaysia oleh Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD).
Pierre ditugaskan untuk memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah menyusup ke Malaysia.
Mulai sejak saat itu, karier Pirre Tendean disebutkan mulai menjanjikan.
Tak hanya itu, ada tiga jenderal yang menginginkan Pierre untuk menjadi ajudan mereka.
Di antaranya adalah Jenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.
Pada akhirnya, Pierre menjadi ajudan Jenderal AH Nasution dan dipromosikan menjadi Letnan Satu pada 15 April 1965.
Pada usia 26 tahun, Pierre menjadi satu di antara pengawal termuda A. H. Nasution.