Harapan besar kini tertuju kepada Presiden Prabowo Subianto. Di tengah semangat perubahan dan janji kesejahteraan bagi rakyat kecil, para guru madrasah swasta menaruh harapan baru—terutama mereka yang telah puluhan tahun mengabdi, berusia di atas 40 tahun, namun belum pernah merasakan tunjangan inpasing atau bentuk penghargaan lain dari negara.
Selama ini, kehidupan guru madrasah swasta sering berjalan di antara pengabdian dan kesabaran. Gaji mereka tidak tetap, bahkan banyak yang hanya menerima honor hasil sisipan dari dana BOS. Bagi sebagian orang, mungkin jumlah itu kecil, tetapi bagi mereka, itu adalah bukti cinta terhadap ilmu dan anak bangsa.
Namun, kenyataannya tidak bisa terus dibiarkan. Guru madrasah swasta adalah bagian dari sistem pendidikan nasional, bukan pelengkap. Mereka mengajar dengan dedikasi yang sama, memikul tanggung jawab moral yang sama, dan menanamkan nilai-nilai keislaman yang menjadi benteng karakter bangsa. Maka sudah seharusnya mereka mendapatkan pengakuan dan kesejahteraan yang sama.
Selama ini pula, banyak yang salah memahami posisi guru madrasah swasta. Ada yang berpendapat bahwa guru swasta harus menuntut ke yayasan, bukan ke pemerintah. Padahal, yayasan hanyalah syarat administratif berdirinya lembaga pendidikan swasta, bukan lembaga yang wajib menanggung seluruh kesejahteraan tenaga pendidiknya. Negara tetap memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional terhadap seluruh guru di Indonesia, baik negeri maupun swasta.
Berangkat dari keresahan itulah, ribuan guru madrasah swasta dari berbagai daerah akhirnya menyuarakan harapan mereka lewat aksi damai dan unjuk rasa. Mereka datang membawa spanduk dan suara yang sama:
“Angkat kami menjadi P3K atau ASN.”
“Hentikan diskriminasi terhadap guru swasta.”
“Buka kembali tunjangan inpasing.”
Aksi itu bukan bentuk perlawanan, melainkan jeritan hati yang ingin didengar. Mereka menuntut keadilan agar guru madrasah swasta di seluruh Indonesia bisa merasakan penghargaan yang sepadan dengan jasa dan pengabdian mereka.
Fakta di lapangan menunjukkan, sebagian besar guru madrasah swasta telah mengajar lebih dari 15 hingga 25 tahun, namun belum memiliki jaminan kesejahteraan yang layak. Tidak sedikit pula yang tetap bertahan mengajar meski usia sudah mendekati masa pensiun.
Janji Presiden Prabowo Subianto Saat Kampanye
Di tengah situasi ini, para guru kembali mengingat janji Presiden Prabowo Subianto saat masa kampanye. Dalam berbagai kesempatan, beliau menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga pendidik.
Prabowo pernah menyampaikan bahwa:
“Tidak boleh ada guru di Indonesia yang hidup kekurangan. Guru adalah pejuang tanpa senjata, yang membentuk karakter generasi bangsa. Pemerintah wajib memastikan kehidupan mereka terjamin dan bermartabat.”
Janji itu menumbuhkan semangat baru bagi para guru madrasah swasta, terutama mereka yang selama ini seolah tak terdengar. Mereka percaya, di bawah kepemimpinan Prabowo, kebijakan yang berpihak pada guru bukan lagi sebatas wacana, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan di ruang kelas mereka sendiri.
Landasan Hukum: Negara Wajib Melindungi Guru Madrasah
Perjuangan guru madrasah bukanlah permintaan belas kasihan, melainkan hak konstitusional yang dijamin oleh undang-undang.
Beberapa dasar hukum yang menguatkan hal ini antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1 Ayat (1):
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
Pasal 14 Ayat (1) Huruf a:
“Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak.”
Pasal 32 Ayat (1):
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan guru.”
Ketentuan ini menunjukkan bahwa semua guru tanpa kecuali, baik negeri maupun swasta, berhak atas kesejahteraan yang layak dan wajib diperhatikan oleh negara.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Pasal 11 Ayat (1):
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
Pasal 39 Ayat (2):
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.”
Dengan dasar hukum tersebut, jelas bahwa guru madrasah swasta adalah bagian sah dari sistem pendidikan nasional. Maka, negara tidak bisa menutup mata terhadap hak dan kesejahteraan mereka.
Kini, para guru madrasah menantikan bukti nyata dari janji dan amanat undang-undang yang selama ini hanya tertulis di atas kertas. Mereka berharap pemerintah segera membuka kembali program inpasing, memperluas pengangkatan P3K dan ASN bagi guru madrasah swasta, serta memastikan tidak ada lagi diskriminasi dalam sistem pendidikan nasional.
Karena sesungguhnya, guru madrasah bukan sekadar pengajar ilmu agama, melainkan penjaga moral bangsa. Mereka adalah pilar pendidikan Islam di akar rumput, yang bekerja dengan hati, sabar, dan keikhlasan.
Jika negara hadir untuk mereka—sebagaimana janji yang pernah diucapkan dan amanat undang-undang yang telah ditetapkan—maka pendidikan Indonesia akan berdiri di atas pondasi yang lebih adil, bermartabat, dan penuh penghargaan terhadap para pendidik sejati.
Oleh: Ahen, S.Pd.I
Guru Madrasah Swasta Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak – Banten
















