Lebak, CNC MEDIA.- Maraknya peredaran narkoba di Kabupaten Lebak menjadi perhatian banyak pihak, pasalnya sering terdengar adanya penangkapan oleh polisi namun tidak mengurangi maraknya peredaran narkoba dan obat tanpa ijin edar yang diduga tidak jelas keberlanjutannya.
Hal ini dipertanyakan oleh aktivis Lebak Selatan, Bucek. Menurutnya, dirinya sering mendengar adanya penangkapan oleh pihak polisi baik dari masyarakat maupun berita di media online, namun tindaklanjut kasus tidak ada informasi.
“Kita sering denger dari warga atau bahkan di media ada penggrebekan, penangkapan kasus narkoba oleh polisi. Tapi tindaklanjutnya kita sering tidak tahu, apakah ditahan, apakah masuk ke ranah pengadilan, justru banyak info beredar bebas kembali dengan proses rehabilitasi. Dan kadang kita juga aneh, dari rilis media, polisi banyak penangkapan, namun peredaran narkoba ko seperti tidak berkurang,” ujarnya, Kamis (25/1/2024).
Masih kata Bucek, pihaknya juga menuturkan harus adanya kejelasan mengenai prosedural rehabilitasi narkoba. Karena menurutnya, hal ini dapat menjadi akses aparat penegak hukum ‘main mata’ dalam penegakan hukum kasus narkoba.
“Dari banyak penangkapan kasus narkoba, informasi yang kita sering dengar banyak bebas kembali dengan rehabilitasi. Semudah itukah proses rehab, apalagi untuk pengedar. Yang dikhawatirkan, rehab ini jadi akses aparat penegak hukum main mata dengan pengguna dan pengedar narkoba. Karena banyak kabar pihak keluarga yang mengeluarkan sejumlah uang untuk bebas melalui jalur rehab. sedangkan di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pecandu maupun keluarga dapat mengakses rehabilitasi secara gratis yang artinya dibiayai oleh negara,” ungkapnya.
Menurutnya, pecandu atau pengedar narkoba yang tertangkap lalu direhabilitasi patut dipertanyakan kewenangannya, apakah penyidik, jaksa atau hakim yang memutuskan para tertangkap ini untuk di pidana atau di rehabilitasi narkoba.
“Kita pun mempertanyakan siapa yang memutuskan para terdakwa atau tersangka yang tertangkap tangan dalam kasus narkoba ini untuk di rehab, meskipun kalau tidak salah penyidik, JPU maupun hakim dapat meminta tim assessment. Ini dikhawatirkan menjadi tanda tanya publik dan menjadi bola panas kepada pihak APH, karena di tatanan bawah, menjadi prasangka buruk penegakan hukum kasus narkoba,” kata Bucek.
Di akhir pembicaraannya, sebagai bentuk kecintaannya kepada institusi Polri, Bucek memberikan masukan agar pemberitaan tindaklanjut dari sebuah kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian juga di update.
“Melalui pemberitaan kegiatan Polri, baik itu tingkat Mabes sampai Polsek, memang membantu membangun citra. Hanya masukan kami, jika sudah ada berita kriminal seperti penangkapan narkoba, update juga tindak lanjutnya. Khawatir blunder banyak persepsi di masyarakat, sehingga kepercayaan publik menurun bahkan negatif thinking.,” pungkasnya sebagai closing statement.
Isu yang berkembang di masyarakat, adanya praktik oknum polisi main mata dengan pemakai atau pengedar yang tertangkap tangan mudah bebas dengan sejumlah uang tebusan lalu bebas baik dengan rehab maupun tidak, seperti bukan rahasia umum lagi. Namun meskipun demikian, praktik ini disinyalir sulit untuk dibuktikan, karena kedua belah pihak yang sama-sama diuntungkan. Korban pun biasanya akan tutup mulut dan tidak akan mau menjadi narasumber ataupun saksi, namun akan menggerutu di belakang.
Adapun untuk peredaran narkoba, jenis Shabu dan obat-obatan tanpa ijin edar seperti Tramadol dan Hexymer, merupakan jenis yang banyak ditemukan. (Red-CNC)