AMBAS Sebut 4 Proyek PUPR Banten di Kab. Lebak Langgar Administrasi

banner 120x600

Banten (CNC MEDIA) – Sarat Masalah, menyeruak di balik kemegahan proyek strategis daerah yang tengah dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten di wilayah selatan Kabupaten Lebak.

Proyek dengan total ratusan miliar yang diharapkan mengubah wajah Provinsi Banten ini, mendapat sorotan dari kalangan aktivis. Salah satunya dari Aliansi Muda Banten Selatan (AMBAS).

Tak tanggung, AMBAS menyoroti 4 proyek strategis daerah sekaligus. Diantaranya pembangunan Jalan Simpang-Beyeh, pembangunan Jalan Ciparay-Cikumpay, pembangunan Daerah Irigasi (DI) Cibinuangeun dan DI Cilangkahan.

Terungkap dalam sebuah audiensi yang dilakukan oleh AMBAS bersama DPUPR Provinsi Banten. Keempat proyek strategis daerah itu, kini dibayang-bayangi oleh dugaan pelanggaran administrasi hingga permasalahan keteknisan. Senin (2/9/2024).

Ketidaksesuaian dalam penyediaan beton, dan indikasi kekurangan dokumen perencanaan menambah misteri yang merongrong kepercayaan publik terhadap pengerjaan proyek tersebut.

Koodinator AMBAS, Haes Rumbaka mengungkapkan, dugaan pelanggaran administrasi mulai mencuat setelah adanya ketidaksesuaian dalam pemenuhan kebutuhan dukungan penyedia beton pada E-Katalog LKPP.

“Berdasarkan data yang terunggah pada E-Katalog LKPP, kebutuhan beton untuk proyek Jalan Simpang-Beyeh dan Jalan Ciparay-Cikumpay seharusnya dipasok oleh PT SCG Readymix Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya terdapat ketidak sesuaian,” ungkap Haes saat Audiensi.

Haes membeberkan, dalam realisasi pengerjaan proyek Jalan Simpang-Beyeh yang dikerjakan oleh PT Wukir Kencana, dukungan beton disuplai oleh PT Bintang Beton Selatan (BBS).

Hal yang sama juga terjadi pada pembangunan ruas Jalan Ciparay-Cikumpay yang dikerjakan oleh PT Lambok Ulina. Kontraktor ini mendapat pasokan beton dari PT BBS, dan PT Karya Sejahtera Readymix (KSR).

Kata Haes, terdapat hal menarik yang perlu disoroti pada dukungan beton yang diberikan oleh PT BBS dan PT KSR. Sebab secara kualitas mutu masih diragukan, karena kepemilikan sertifikat TKDN yang patut dipertanyakan.

Terlebih, berdasarkan data yang dapat dilihat oleh publik pada E-Katalog LKPP, produk beton dua perusahaan tersebut terindikasi menggunakan sertifikat TKDN milik PT SCG Readymix Indonesia.

“Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan mengenai proses pengadaan, dan keabsahan perubahan penyedia bahan baku yang tidak sesuai dengan kontrak awal,” kata Haes.

“Apa dasar aturan adanya perubahan penyedia beton ini? Padahal dari hasil penelusuran dalam dokumen e-katalog, itu yang tercatat adalah PT SCG Readymix Indonesia, bukan PT BBS ataupun PT KSR,” imbuhnya.

Sementara kata Haes, biasanya dalam syarat dan ketentuan kontrak, ada hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi oleh penyedia.

“Penyedia memiliki kewajiban tidak membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan katalog elektronik,” ucapnya.

Lebih lanjut Haes membeberkan, dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh pihaknya, juga mengungkapkan adanya dugaan tidak lengkapnya dokumen perencanaan untuk proyek Jalan Simpang-Beyeh.

Hal ini berbeda dengan Jalan Ciparay-Cikumpay, yang dokumen perencanaannya atau Detail Engineering Design (DED) sudah tertuang secara resmi dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) tahun 2023.

Kata Haes, jika berpatokan pada dokumen itu, maka proyek Jalan Simpang-Beyeh tampak tidak memiliki dokumen perencanaan yang jelas.

“Hal ini dapat menimbulkan risiko terhadap kualitas, dan keberlanjutan proyek serta menyalahi prosedur yang berlaku,” terang Haes.

Tak hanya itu, Haes menyayangkan soal adanya penggunaan puing beton sebagai agregat pada hamparan lapis atas oleh pihak kontraktor pelaksana pada pegerjaan proyek Jalan Simpang-Beyeh.

Haes menegaskan, dugaan pelanggaran administrasi dan keteknisan ini harus segera ditindaklanjuti untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pembangunan proyek strategis daerah.

Keberadaan dokumen perencanaan yang lengkap, dan pemenuhan kontrak pengadaan yang sesuai adalah kunci untuk menjaga kualitas dan efektivitas proyek infrastruktur yang vital bagi masyarakat.

Untuk itu, Haes meminta agar pihak kejaksaan yang terlibat dalam pengawalan proyek strategis daerah ini, tidak tinggal diam.

Sebab dirinya menilai, jawaban dari pihak dinas terkait perubahan dukungan dari perusahaan beton yang hanya mengacu pada Perpres Nomor 12 Tahun 2021, itu tidak begitu spesifik dan hanya bersifat umum.

“Kejaksaan ini kan memiliki kewenangan dalam memberikan pandangan dalam aspek hukum, jika terjadi ketidak sesuaian dalam kontrak awal. Nah bagaimana peran kejaksaan selama ini?” ucap Haes.

Termasuk kata dia, pihak Inspektorat dan BPKP Banten juga diharapkan dapat ikut menyoroti persoalan ini. Sebab, telah terindikasi adanya kesalahan administrasi dan dugaan cacat kontrak.

“Ini kan menarik, dalam audiensi yang kami lakukan. Meski tidak dinyatakan dibenarkan, pihak dinas mengungkapkan bahwa perubahan dukungan beton tidak sesuai dalam kontrak awal diperbolehkan,” jelasnya.

Di tempat yang sama, salah satu peserta, Firman Habibi, menyampaikan perhatiannya terkait proyek strategis daerah yang sedang berlangsung di selatan Kabupaten Lebak, khususnya pada pembangunan Daerah Irigasi (DI) Cibinuangeun dan DI Cilangkahan.

Firman menyoroti perencanaan awal pembangunan DI Cibinuangeun yang dinilai kurang memperhatikan kearifan lokal.

“Sepanjang bangunan DI Cibinuangeun, tidak ada jembatan yang dibangun untuk akses para petani, begitu juga dengan tangga cuci bagi masyarakat setempat,” ungkapnya.

Padahal kata Firman, hal tersebut dapat membantu aktivitas sehari-hari warga sekitar yang sebagian besar bergantung pada pertanian.

Selain itu, Firman juga mempertanyakan transparansi dalam pengecekan mutu beton pada proyek DI Cilangkahan.

Menurutnya, uji mutu beton di DI Cilangkahan seharusnya dilakukan secara terbuka, seperti yang telah diterapkan pada DI Cibinuangeun.

“Kenapa ada perbedaan perlakuan? Seharusnya DI Cilangkahan juga diuji mutunya secara terbuka,” tegas Firman.

Firman mendesak Dinas PUPR Provinsi Banten, khususnya Bidang Sumber Daya Air (SDA), untuk segera melakukan uji mutu beton secara transparan pada DI Cilangkahan.

“Jika tidak dilakukan uji mutu, kami mempertanyakan kualitas hasil pembangunan yang sedang dikerjakan. Kami siap mengawal proses ini dan menyambut kedatangan pihak dinas,” paparnya. (Red-CNC)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *