Lebak, CNC MEDIA.- Sejumlah petani di Kampung Cinangga Lebak, Desa Bayah Timur, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, yang memiliki lahan sawah di blok Tangkele, Desa Pamubulan, mencabut tanaman padi yang baru saja ditaman di sawahnya. Usai mencabutnya, para petani lalu membakar tanaman padi tersebut.
Pantauan wartawan di lokasi, sejumlah petak sawah milik petani terlihat mengering dan tanahnya retak-retak. Hal itu terjadi, akibat tidak adanya pasokan air untuk mengairi sawah mereka.
Aksi bakar tanaman padi ini dilakukan petani, sebagai bentuk protes dan kekecewaan mereka kepada perusahaan PT. Cemindo Gemilang, yang diduga menjadi penyebab hilangnya pasokan air akibat mata air yang telah rusak.
“Sebelum ada tambang milik perusahaan, dalam setahun kami bisa dua kali panen. Sekarang, setelah gunung yang ada di atas kami dijadikan tambang oleh pabrik semen, pasokan air sudah tidak ada,” ujar Sardan, salah satu petani saat ditemui di lokasi, Kamis (20/1/2022).
Sardan menjelaskan, sebelum ada tambang batu milik perusahaan, selokan yang ada di sekitar sawah selalu teraliri air. Namun kini, selokan itu sudah tidak ada air sama sekali karena hutan yang ada di gunung sudah rusak.
“Dulu mah meski musim kemarau, di selokan masih ada air Pak. Sekarang, meski musim hujan, tidak ada air sama sekali di selokan. Kami harus gimana,” keluhnya.
Keluhan Sardan pun dialami oleh petani lainnya yang memiliki sawah di wilayah tersebut. Endi, petani lainnya, akhirnya mencabut paksa tanaman padi yang belum lama ditanam kemudian membakarnya.
“Percuma Pak dilanjutkan ditanam juga, karena inimah pastinya gagal panen. Ini udah yang kesekian kalinya terjadi. Kami bingung mau protes kemana, ke perusahaan juga kayaknya percuma,” ujar Endi.
Berbeda dengan Kois, salah satu petani pemilik lahan yang lokasinya tidak jauh dari lokasi tambang milik pabrik semen. Kois mengaku tidak berani menggarap sawahnya, karena khawatir tertimpa longsoran batu yang berasal dari area tambang yang berada persis di atas lahannya.
“Mau garap gimana Pak, yang ada saya takut ketimpa batu dari lokasi tambang. Kalau lagi meledakan tambang, batu pada jatuh ke lokasi sawah saya. Makanya ketimbang bahaya, mendingan saya nggak garap sawah itu,” kata Kois.
Kois pun berharap, adanya perhatian dan bantuan dari perusahaan pabrik semen Merah Putih, selaku pemilik tambang tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua Asosiasi pemerintahan desa seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Rafik Rahmat Taufik, mengecam adanya kesemena-menaan pihak perusahaan kepada para petani di Desa Bayah Timur.
Menurut Rafik, harusnya pihak perusahaan bertanggungjawab penuh atas kerugian yang dialami oleh para petani.
“Ini seharusnya menjadi tanggungjawab perusahaan. Diakui atau tidak, kerugian yang dialami oleh petani itu terjadi pasca adanya lokasi tambang milik perusahaan. Kejadian ini sudah bertahun-tahun dan berulang. Tapi nyatanya belum ada langkah kongkrit dari perusahaan kepada para petani,” ujar Rafik yang juga Kepala Desa Bayah Timur ini.
Rafik pun mendesak kepada PT. Cemindo Gemilang selaku pemilik semen merk Merah Putih, agar bertanggungjawab secara penuh dan mengganti kerugian yang dialami oleh para petani di Bayah Timur.
“Bisa kita hitung angka kerugian yang dialami petani. Berapa kali mereka panen dalam setahun, berapa petak sawah yang gagal panen dan berapa tahun kerugian ini dialami oleh petani. Nanti akan muncul nilai kerugian. Nah, nilai itulah yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengganti kerugian,” tegas Rafik.
Rafik pun menegaskan, jangan sampai keberadaan perusahaan di wilayah Kecamatan Bayah malah merugikan sebagian warganya. Harusnya, keberadaan perusahaan bisa berdampak positif secara menyeluruh.
“Jangan sampai pihak satu diuntungkan tapi ada pihak lain dirugikan. Harga mati bagi saya, industri di Kecamatan Bayah harus menar-benar memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya,” tutupnya. (Red-CNC)