Garut, CNC MEDIA.- Aep Saepudin (50) terdakwa kasus pencabulan terhadap belasan murid rumahannya divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut. Dalam sidang yang digelar Selasa (17/10/2023), Hakim menjatuhi hukuman penjara 18 tahun dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap terdakwa.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Garut Jaya P. Sitompul mengatakan bahwa vonis Hakim PN Garut dalam perkara Asep Saepudin sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
“Dalam pembacaan tuntutan, kami menuntut terdakwa dengan pidana selama 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider pidana kurungan enam bulan penjara,” katanya.
Dalam persidangan, ungkap Jaya, Majelis Hakim menilai ada beberapa hal yang memberatkan, mulai dari posisi terdakwa sebagai pendidik hingga jumlah korban yang tidak sedikit. Hal yang meringankannya adalah perilakunya yang mengakui perbuatannya dan berbuat baik selama persidangan.
Selama proses persidangan, diakuinya terungkap sejumlah fakta yang sangat mengejutkan. Salah satunya adalah aksi pencabulan yang dilakukan terdakwa paling sering dilakukan selama bulan suci Ramadhan tahun 2023.
Sebelumnya, AS (50) seorang guru agama rumahan di Garut, Jawa Barat ditangkap polisi. Dia diduga melakukan aksi pencabulan terhadap murid-muridnya yang masih bocah. Setidaknya, ada belasan bocah yang menjadi korban pencabulan pelaku.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut, AKP Deni Nurcahyadi menjelaskan, terungkapnya aksi AS berawal dari aduan salah satu korban kepada orang tuanya yang mengaku telah dicabuli.
“Kemudian orang tua anak bertanya kepada orang tua yang anaknya sama-sama diajarkan di rumah tersangka. Ternyata mengalami hal yang sama,” jelas Deni, Kamis (1/6/2023).
Setelah mengetahui hal tersebut, menurut Deni, orang tua anak itu kemudian melaporkan apa yang dialami anaknya kepada polisi. Atas laporan tersebut pihaknya pun langsung melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan sampai kemudian mengamankan AS di wilayah Kecamatan Samarang, Garut, Jawa Barat tanpa perlawanan.
“Kami telah memeriksa beberapa korban dan melakukan visum terhadap korban. Jumlah korban sampai saat ini berjumlah 17 orang, semuanya laki-laki yang berusia antara 9 sampai 12 tahun atau usia SD/SM,” ungkapnya.
Deni menyebut, dalam modusnya, pelaku yang mengajarkan pelajaran di rumahnya saat mengajar membujuk rayu para korban. Setelah berhasil membujuk untuk kemudian dicabuli, korban juga diberi ancaman untuk tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada yang lainnya.
Banyaknya bocah yang menjadi korban, dijelaskan Deni, karena pelaku diketahui sudah mengajar sejak tahun 2022. Mereka yang menjadi korban pun adalah anak-anak yang tinggal di sekitar tempat AS mengajar selama ini.
Aksi yang dilakukan AS kepada para bocah, berdasarkan pengakuannya kepada penyidik, menurut Deni, karena pelaku pernah menjadi korban serupa saat kecil. Hal tersebut pun diduga yang menjadi pendorong pelaku melakukan aksi penyimpangan seksual.
“Kepada pelaku, kita kenakan pasal 76 e juncto pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak. Ancaman hukuman 15 tahun ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu,” katanya. (Red-CNC)