BANTEN  

Pembelaan Senayan untuk Badru Pengunggah Foto Ibu Hamil Ditandu

banner 120x600

Jakarta, CNC MEDIA

Gubernur Banten Serahkan ke Bupati Lebak

Gubernur Banten Wahidin Halim minim komentar soal masih ada warga di Kabupaten Lebak yang ditandu menggunakan bambu dan sarung saat akan melahirkan untuk pergi ke rumah sakit.

Menurut Wahidin, jalan di daerah sana memang masih buruk khususnya yang dikelola oleh Pemkab. Dia pun menyerahkan masalah ini ke Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya.

“Ditandu karena jalan di Lebak jelek-jelek, tanya bupatinya,” ujar Wahidin kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).

Wahidin menyebut masalah ibu hamil yang ditandu oleh warga bukan jalan kewenangan provinsi. Jalan desa jadi kewenangan Pemkab Lebak bagaimana pengelolaan dan pembangunannya.

“Itu kan jalan desa, jalan kabupaten bukan jalan provinsi, itu masalahnya,” ujarnya singkat.

Diduga Ada Intimidasi terhadap Badru

Anggota DPRD Lebak Musa Weliansyah menduga ada intimidasi terhadap Badru yang memposting foto seorang ibu hamil ditandu warga yang berjalan beberapa kilometer karena jalan rusak hingga harus menginap dua hari di kantor polisi.

Sebab Badru sampai harus membuat surat pernyataan atas kritiknya kepada pemerintah desa.

“Saya mendengar itu (dugaan intimidasi) bahwa ada upaya apalagi ada buat pernyataan berarti kalau ada pernyataan berarti ada upaya semacam intimidasi atau kekerasan. Berarti kepala desa kalau ini oknumnya kades telah melakukan perlakukan sewenang-wenangan, ini tidak boleh dibiarkan,” kata Musa saat dimintai tanggapan oleh detikcom, Kamis (5/11/2020).

Musa menilai, seharusnya pemerintah desa tidak perlu membesar-besarkan postingan Badru. Sebab postingan Badru dinilai sebagai fakta, bukan fitnah ataupun berita bohong.

“Diamankan dengan dalih amukan massa, berarti sudah ada upaya intimidasi, sudah ada upaya rencana kekerasan,” ujar Musa.

Dia meminta Pemkab Lebak turun tangan atas masalah ini. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) harus memanggil kepala desa tersebut untuk dimintai klarifikasi.

“Jangan sampai insiden seperti ini terulang kembali, karena yang diposting sebuah kebenaran,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, Propam Polda Banten bisa meminta keterangan ke Polsek Panganggaran yang menangani masalah ini.

“Makanya ini ada personal serius yang harus diselidiki baik oleh Propam Polda Banten terhadap Polsek Panggarangan maupun kepala desa Barunai kecamatan Cihara,” sebut dia.

Dalam waktu dekat, Musa yang juga wakil ketua fraksi PPP ini akan menemui Badru yang dianggap sebagai korban. Kejadian ada warga yang diamankan dan mendekam di kantor polisi akibat mengkritisi keadaan harusnya jadi masukan baik itu pemerintah desa dan kabupaten.

“Itu hal biasa di era digital saat ini, dan patut kita akui. Harusnya pemda dan pemerintah desa bagaimana memikirkan pemerataan pembangunan,” kata Musa.

Postingan Badru Harusnya Jadi Masukan

Komisi I DPR menilai seharusnya postingan Badru dijadikan masukan pemerintah setempat, bukannya malah dianggap sebagai hal yang meresahkan.

Sebab unggahan foto ibu hamil ditandu akibat jalan rusak merupakan fakta dan tak mengandung unsur berita bohong.

“Selama kritiknya wajar dan bukan berita bohong, harusnya tidak ditahan. Dianggap masukan saja agar ibu hamil dapat terlayani baik,” kata Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).

Menurut Meutya, penegak hukum seharusnya bisa memeriksa dengan benar apakah unggahan Badru mengandung unsur berita bohong atau tidak.

Persoalan unggahan Badru dinilainya tidak perlu dibawa ke ranah pidana.

“Penegak hukum agar dapat memeriksa secara benar. Berita bohong memang tidak boleh, tapi kritikan apalagi yang menyangkut layanan untuk ibu hamil, harusnya dapat dijadikan masukan, tidak perlu dibawa ke pidana,” ujar Meutya.

Para wakil rakyat dari Senayan lainnya turut memberi pembelaan untuk Badru. Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding menilai unggahan Badru merupakan hal positif karena memberikan informasi kepada pemerintah terkait kerusakan fasilitas di daerah.

“Menurut saya, posting-an Badru itu posting-an yang baik, positif saja. Dan sebaiknya memang medsos itu digunakan untuk hal-hal seperti itu, membangun kritik kepada pemerintah, kemudian membangun edukasi, informasi, dan lain sebagainya,” kata Karding kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).

Menurut Karding, pemerintah desa setempat tidak perlu marah atas unggahan Badru. Adalah tindakan yang tidak bijak, kata Karding, jika Badru harus menginap dua hari di kantor polisi akibat unggahannya itu.

“Ini menurut saya bentuk kritik yang positif. Menurut saya, kepala desa tidak perlu marah, justru dialihkan menjadi hal hal yang positif. Dan tindakan untuk membui dua hari menurut saya tindakan yang tidak bijak dan tidak ada bukti hukum yang menyertai perbuatan Badru tersebut,” ujarnya.

Karding menyebut unggahan Badru juga tidak melanggar UU ITE. Karena itulah, menurutnya, masalah ini tidak perlu sampai dibawa ke ranah hukum.

“Jadi menurut saya, tidak perlu dipersoalkan secara hukum, karena itu juga saya yakin tidak melanggar UU yang terkait dengan ITE, ya,” tutur Karding.

Kades dan Polisi Dianggap Over Reaktif

Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum menilai kepala desa maupun polisi berlebihan dalam menyikapi unggahan Badru.

Anggota Komisi III DPR F- Gerindra Wihadi Wiyanto menyebut pemerintah desa dan polisi terlalu reaktif.

“Ini kan saya lihat mungkin baik itu pemerintah desa maupun polisi terlalu reaktif karena mereka melihat ini bisa mempunyai potensi pencemaran nama baik dengan UU ITE,” kata Wihadi kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).

Menurut Wihadi, sikap pemerintah desa yang menganggap unggahan Badru sebagai pencemaran nama baik terlalu reaktif.

Namun demikian, ia tetap meminta masyarakat berhati-hati dalam menggunakan media sosial.

“Masyarakat mesti harus berhati-hati menggunakan media sosial, dan kedua saya kira juga pemerintah dalam menetapkan UU ITE ini jangan terlalu over reaktif dulu, jadi dilihat dulu permasalahannya. Dan saya kira kalau mereka harus ditahan 2 hari itu merupakan satu hal yang over reaktif,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wihadi menilai unggahan Badru adalah ungkapan kritik kepada pemerintah setempat.

Karenanya, pemerintah setempat perlu menyikapi unggahan itu secara baik dan tidak perlu sampai ke ranah hukum.

“Bagian daripada kritik kepada pemerintah terhadap fasilitas yang memang belum memadai. Jadi saya kira apa yang terjadi itu tidak perlu sampai kepada ranah hukum lah,” ujar Wihadi.

Bagi Wihadi, apa yang diposting Badru merupakan permasalahan desa yang harus dibenahi.

“Masalah itu kan sebenarnya lebih kepada permasalahan di desa, dan ini ada satu temuan. Kalau pemerintah desa itu menanggapi dengan baik, saya kira tidak perlu sampai terjadi kepada permasalahan hukum,” imbuhnya.

Kritikan juga datang dari Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh. Unggahan Badru yang dianggap sebagai pencemaran nama baik disebut Pangeran tidak seharusnya dibawa ke ranah hukum.

“Kami sangat menyayangkan tindakan kepala desa yang menganggap postingan itu sebagai hal yang negatif, bahkan menjadi tuduhan pencemaran nama naik.

Bukankah karakter masyarakat desa selalu mengutamakan musyawarah dalam hal ada kejadian yang dianggap kurang tepat, apalagi dibawa ke ranah hukum,” kata Pangeran.

Menurut Pangeran, kejadian ini bisa menjadi pembelajaran agar tidak berprasangka negatif terhadap informasi yang disampaikan masyarakat.

Politikus PAN itu juga mengkritik kepolisian setempat yang tidak segera mengambil jalan tengah atau perantara pemerintah desa dan Badru.

“Kami juga menyayangkan sikap Kapolsek untuk tidak sesegeranya meneliti kejadian tersebut, mengambil tindakan perdamaian kepada kedua belah pihak sehingga pemuda tersebut tertahan selama 2 hari, sehingga slogan polisi sebagai pengayom masyarakat benar-benar dirasakan masyarakat,” tutupnya.

Redaksi CNC MEDIA
Source detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *