Entah tahun berapa saya lupa, yang jelas beliau adalah Bupati kabupaten Lebak. Suatu ketika saya bertemu dengan beliau pada suatu acara, kami ngobrol panjang lebar sambil ngopi-ngopi ditemani sepiring pisang goreng yang masih panas di suatu tempat yang tidak terlalu ramai.
Karena pertemuan seperti itu sering kami lakukan disela sela waktu kerjanya, beliau memanggil saya dengan panggilan “bro” saking akrabnya kami dan saya panggil beliau “pak bos”.
Disela-sela obrolan yang ringan itu spontan saya ajukan permintaan kepada beliau, yang memang jauh dari obrolan sebelumnya “pak bro, di selatan kan ada jalan yang parah sekali tuh banguna tahun 80an, gimana kalo ane aja yang bangun” spontan beliau juga menjawab.
“Yah ente kayak udah kebanyakan duit aja” sambil senyum-senyum beliau meneruskan kalimatnya lagi “tapi kalo ente serius sih ya gak apa-apa” saya gak jawab apa- apa karena ucapan yang keluar dari mulut saya tadi itu seperti antara sadar dan tidak, memang sebetulnya sih buat saya gak masalah bangunan jalan 10 sampai 20 km buat saya memang gak perlu bantuan dari pemerintah apalagi untuk kepentingan umum seperti jalan.
Singkat cerita jalan tersebut saya bangun atas persetujuan dari sang Bupati tersebut, dengan anggaran yang lumayan besar mengunakan uang sendiri tanpa bantuan dari siapapun, banyak orang terheran heran banyak juga media yang mempertanyakan bahwa danaya itu dari mana, dan saya bilang ya dari pribadi saya, “uang saya itu banyak gak bakalan habis tujuh turunan” itu yang keluar dari mulut saya saat diwawancarai wartawan pada saat itu.
Setahun kemudian pekerjaan pembangunan jalan tersebut selesai di kerjakan sepanjang 10 km dari Desa Kerta Raharja kecamatan Banjarsari Kab Lebak sampai Desa Curugciung kecamatan Cikeusik Kab Pandeglang, yang awalnya memang sangat sulit sekali di lewati, jangankan roda empat roda dua saja seringkali terjatuh di kubangan kubangan lumpur ditengah jalan, memang jalan tersebut sudah lama dibiarka begitu saja oleh pemerintah, yang saya ingat jalan tersebut sejak saya anak-anak hingga saya punya anak jalan tersebut belum pernah direhab.
Tepat di hari Minggu sore selepas Ashar sang Bupati pun datang berkunjung. Dan saya menyambutnya dengan senang hati seperti biasa kami ngobrol ngalir ngidul hingga menjelang Maghrib dan tidak berselang lama terdengar suara adzan Magrib, saya kaget saat saya membuka mata saya ternyata suara adzan yang saya dengar itu bukan adzan Maghrib melainkan adzan Subuh dan ternyata barusan saya bermimpi, karena tadi siang saya habis lewat kejalan tersebut, dan malamnya terbawa mimpi, dan sampai saat ini jalan tersebut masih seperti semula.
Oleh : Ahen S.Pd.I
Redaksi CNC MEDIA