Lebak, CNC MEDIA.- Buntut sikap DPRD Lebak yang bersikeras memasukan sejumlah kecamatan sebagai kawasan pertambangan dalam pengesahan Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2014 (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak tahun 2014-2034, sontak mengundang reaksi.
Pantauan awak media, aksi penolakan keras sejumlah masa Aliansi organisasi Gunungkencana yang mengatasanamakan seluruh masyarakat setempat menggelar aksi unjukrasa di depan Kantor DPRD Lebak dengan membentangkan spanduk, Senin (31/05/2021).
Mereka menilai keputusan DPRD yang memasukkan Kecamatan Gunungkencana sebagai wilayah peruntukan pertambangan mineral dan pertambangan mineral bukan logam sebagai tindakan eksploitasi.
Keputusan tersebut dinilai terlalu gegabah karena dampak pertambangan diketahui secara luas lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Terutama, dampak buruk bagi pelestarian, kelangsungan lingkungan hidup dan nasib masyarakat ke depan.
“Kami bersepakat bahwa Gunungkencana harus dijadikan kawasan konservasi dalam konteks keragaman hayati, kawasan penyerapan air, sumber daya alamnya harus dijaga dan pelihara, bukan justru dijadikan kawasan pertambangan,” kata Usep Ridwan Allais, Inisiator Aliansi Organisasi se-Gunungkencana.
Legislatif, menurutnya harus melakukan kajian dengan matang agar hasil dari Raperda lebih berpihak dalam rakyat agar terwujudnya masyarakat sejahtera.
Apalagi, kata Usep, Gunungkencana adalah kecamatan yang strategis terletak di tengah-tengah kabupaten. Sering disinggahi oleh para pengguna lintas jalan.
Ditambah kelestarian keragaman hayati yang masih sangat terjaga, wisata alam yang sangat indah sering dijumapai banyak orang dari luar Lebak.
Sehingga pendapat Usep, sangat tidak masuk akal jika legislatif justeru memasukkanya ke dalam wilayah pertambangan.
“Ada apa sebenarnya? sudah sangat jelas Kecamatan Gunungkencana harus dijadikan kawasan konservasi yang harus dijaga dan dipelihara, jangan sampai pemerintah hanya mementingkan kepentingan golongan tertentu sehingga masyarakat kecil yang menjadi korban,” kata Usep.
Ia juga mencium aroma adanya persekongkolan antara legislatif dan ekeskutif di balik pengesahan Raperda RTRW ini.
“Bisa kita simpulkan Raperda RTRW jelas tidak berpihak kepada rakyat akan tetapi lebih condong kepada investor atau pengusaha. Dan jangan sampai dalam pembahasan Raperda, legislatif bersembunyi di ketiak eksekutif dengan tidak mempertimbangkan dampak yang akan terjadi,“ katanya.
Lebih lanjut, Usep menyampaikan kekecewaannya dengan pembangunan peternakan di wilayahnya. Untuk itu, Aliansi organisasi Gunungkencana menyampaikan tuntutannya agar Gunungkencana dijadikan sebagai kawasan konservasi, menolak Gunungkencana dijadikan kawasan Industri, pertambangan, peternakan dan kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan, dan menuntut agar dilakukan penghentian pembangunan peternakan di Gunungkencana.
Pansus harus independen dan berpihak kepada kepentingan rakyat, meminta kepada bupati untuk mengevaluasi kinerja kepala dinas DPMPTSP
Dalam Revisi pasal 42 Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak Tahun 2014-2034 membagi kawasan pertambangan dalam lima kategori yakni pertambangan mineral logam (15 kecamatan) pertambangan mineral bukan logam (25 kecamatan), pertambangan batu bara (7 kecamatan), pertambangan panas bumi (7 kecamatan), pertambangan minyak dan gas bumi yakni blok Rangkasbitung dan Blok Wanasalam-Cilograng (meliputi 19 kecamatan).
Dari pasal tersebut terlihat jelas bahwa itulah sebabnya mereka menolak karena merupakan bagian dari 123.028 hektare (seratus dua puluh tiga ribu dua puluh delapan)
kawasan pertambangan minyak dan gas bumi. Angka yang menggiurkan tentunya.
“Jika Raperda revisi ini telah diketok palu oleh Pansus DPRD, maka selanjutnya akan ditetapkan sebagai Perda yang sah dan mengikat setelah ditandatangani oleh Bupati Iti Oktavia selaku Kepala Daerah. Kita tunggu saja!..” tegasnya. (Bejo-CNC)
Redaksi CNC MEDIA